BANYUWANGI, Responnews.net — Di tengah gegap gempita Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) 2025 yang menampilkan kemegahan budaya dan parade kostum kontemporer, sebuah kisah luar biasa muncul dari balik panggung. Seorang guru muda penyandang disabilitas, Andini Larasati (19), mencuri perhatian publik dengan penampilannya yang memukau dan menggugah hati.
Andini, yang merupakan penyandang tuna rungu, bukan hanya tampil penuh percaya diri dalam balutan kostum bertema “Selapan” pada Sabtu sore (12/7/2025), namun juga berhasil menorehkan prestasi gemilang. Ia meraih penghargaan Harapan 1 dalam sub-tema tersebut, yang merupakan sebuah pencapaian bukan hanya prestasi personal, tapi juga simbol kekuatan tekad dan inklusivitas dalam panggung budaya nasional.
Berjalan anggun di runway jalanan Kota Banyuwangi, Andini tampil dengan gestur ekspresif dan koreografi yang tersusun apik. Penampilannya seolah berbicara kepada dunia: bahwa di balik keheningan yang ia alami, tersimpan semangat, kreativitas, dan kecakapan yang tak kalah dari siapa pun.
Sehari-hari, Andini adalah tenaga pengajar di SLB PGRI 3 Cluring, Banyuwangi. Di luar profesinya sebagai guru, ia juga tengah menempuh pendidikan sebagai mahasiswi aktif di Universitas PGRI Argopuro (UNPAR) Jember.
Keikutsertaannya dalam BEC 2025 bukan hanya bentuk apresiasi terhadap seni, melainkan juga keberanian untuk keluar dari zona nyaman dan membuktikan diri di hadapan ribuan pasang mata.
Melalui bahasa isyarat yang diterjemahkan oleh pendampingnya, Andini menyampaikan bahwa keikutsertaannya dilandasi oleh tekad untuk menantang diri dan mengasah potensi di bidang modeling dan tari.
“Saya sangat bersyukur bisa tampil di BEC 2025. Ini pengalaman pertama saya, dan saya merasa sangat percaya diri. Saya ingin menunjukkan bahwa siapa pun bisa tampil, selama ada kemauan dan usaha,” ungkapnya dengan penuh semangat, Rabu (16/7/2025).
Di tengah dominasi peserta non-disabilitas dan atmosfer kompetisi yang tinggi, Andini tidak hanya hadir sebagai peserta, tetapi sebagai representasi perjuangan kelompok difabel yang kerap dipinggirkan. Keberaniannya menjadi simbol perlawanan terhadap stigma, dan penampilannya menjadi pesan kuat tentang pentingnya ruang partisipatif yang setara dalam ajang budaya.
Tim juri BEC 2025 menilai, penampilan Andini memiliki nilai artistik dan performatif yang kuat. Keutuhan kostum, keselarasan gerak, serta makna simbolik dari tema yang dibawakan menjadi alasan kuat di balik penghargaan Harapan 1 yang ia terima.
Prestasi Andini mendapat sambutan hangat dari publik dan para pemerhati inklusi sosial. Banyak yang menganggap penampilannya bukan sekadar partisipasi, tetapi juga edukasi publik tentang pentingnya memberikan ruang dan kesempatan kepada penyandang disabilitas.
Panggung BEC 2025 pun tak hanya menjadi ajang selebrasi kreativitas, tetapi juga titik temu antara seni, keberagaman, dan perjuangan hak asasi manusia. Kehadiran Andini membuka mata banyak pihak bahwa inklusivitas bukanlah opsi, melainkan keniscayaan dalam masyarakat yang adil dan beradab.
Andini Larasati telah membuktikan, bahwa keterbatasan fisik tidak menghalangi cahaya prestasi untuk bersinar. Di atas panggung megah BEC 2025, ia tidak hanya melenggang sebagai peserta — ia melangkah sebagai inspirasi.
(rag)
0 Comments:
Posting Komentar